Hari Jumat 17 Juli 2020, kulawarga gugurgunung berangkat ke Jogja dalam rangka asung bebungah untuk mbah Nun, kiaikanjeng, om Toto, mas Sabrang dan kiailanjeng. Persiapan sudah dilakukan sebelum keberangkatan, pembuatan katalog (rekam visual kegiatan gugurgunung dan majlis alternatif), pemetikan lombok di lahan bersama untuk oleh-oleh, pengemasan, dan persiapan akomodasi. Pada hari ‘H’, semua anggota kulawarga yang akan berangkat berkumpul di rumah Bodean. Memang dengan kondisi pandemi ini memaksa anggota yang berangkat menjadi terbatas. Harus ada yang rela untuk tetap tinggal di rumah dan harus ada yang rela berangkat dengan rasa yang kurang lengkap sebab harus meninggalkan anggota kulawarga yang lain. Semuanya menjadi keindahan, semuanya saling rela.
Perjalanan yang direncanakan pukul 08.00 WIB menjadi terulur hingga berangkat pada kurang lebih pukul 10.00 WIB karena semua rombongan baru berkumpul lengkap pada kisaran pukul 09.15 WIB. Yang hadir pertama kali mbak Dewi yang hari itu ijin mendadak untuk tidak berangkat kerja, untunglah dia diijinkan sehingga bisa membersamai kulawarga gugurgunungnya berangkat ke Jogja. Kemudian disusul rombongan dari Bangetayu sejumlah empat orang, tentunya mereka berangkat sangat pagi dan sangat mungkin belum sempat bersarapan. Beberapa waktu kemudian hadir rombongan dari dulur-dulur Lemah abang sejumlah enam orang. Keseluruhannya menjadi 12 orang. Saya menyadari bahwa pasti ada hal teknis sehingga dulur-dulur Lemah abang mengalami keterlambatan hadir dari waktu yang disepakati. Seharusnya pada kondisi demikian saya gusar dan merasa jengkel, tapi hari itu saya tidak memilih mengambil sikap tersebut. Sebagai tradisi yang sudah saya bangun sejak awal, bahwa urusan perjalanan seperti ini tidak saya berikan ruang untuk kesal atau jengkel karena ini adalah hajat kebahagiaan, saya tidak ingin merusaknya. Saya malah merasa agak bersalah karena tidak menyuguhkan sarapan bersama. Semua rombongan pasti menahan lapar. Dalam hati saya mencoba menyampaikan, “dulurku kabeh, sing sabar yo, iki dewe kabeh mlaku bungah kanthi prihatin, sing tansah lego atimu kabeh yo” .
Setelah jeda sejenak, semua persiapan diangkut ke mobil. Ada dua mobil dan tampaknya semua wajah menampakkan riak muka yang bahagia, punya niat dan semangat yang sama yakni tidak ingin merusak keindahan hari itu dengan rasa tidak rela atau masygul. Keindahan ini makin lengkap bahwa hari itu sangat cerah. Langit terbentang biru jernih tanpa awan, gunung-gunung tampak sangat jelas. Apalagi saat melewati jalan sidat Banyubiru, pemandangan gunung dan bentangan sawah nan hijau tampil memukau. Dalam suasana bahagia ditambah pemandangan seperti itu tampaknya alam semuanya bersepakat ikut bersama mengindahkan perjalanan kulawarga gugurgunung.
Perjalanan berlangsung lancar. Rombongan pertama disetiri mas Dhika. Rombongan kedua disetiri oleh mas Lis. Saya tidak menduga akan selancar ini. Saya sempat ingin membatalkan karena merasa tidak cukup persiapan. Apalagi secara pribadi saya lihat persediaan sangu saya telah kosong. Sehingga tidak masuk akal saya mengajak kulawarga saya yang pasti mengandung dana, sedangkan saya tak urun sedikitpun. Saya tidak mungkin berterus terang, tapi dalam tulisan tabligh ini saya harus menyampaikan apa adanya demi suatu kelengkapan peristiwa yang terjadi. Tapi eguh pertikel sedulur gugurgunung benar-benar mengalahkan keringkihan saya, semuanya sangat tangguh dan mengagumkan. Saya menjadi tersedot untuk ikut menjadi bagian dari ketangguhan itu.
Di area Magelang gema pengajian di masjid-masjid mulai terdengar. Hingga sepanjang perjalanan dihiasi suasana pengajian yang khas di hari Jumat. Pada kisaran pukul 12.00 WIB rombongan kulawarga tiba di Timoho Jogjakarta. Kami semua disambut oleh mas Anggarista dan seluruh tim Exientriger di kantornya. Teman-teman Exi yang lain ikut menyambut kehadiran rombongan dengan ramah. Kami diajak masuk ke ruang pertemuan kantor Exi yang disana sudah ada mas Bayu dan istrinya yang tengah bekerja. Kebetulan kantor tersebut berada satu kompleks dengan kediaman mas Sabrang. Sedang Exientriger itu sendiri adalah kantor kepunyaan mas Sabrang yang bergerak di bidang software dan aplikasi.
Mas Sabrang juga berada di situ dan sebentar kemudian ikut ‘mbagekke’ menyambut dengan singkat karena bisa dimaklumi hari itu kesibukannya terlihat padat. Mas Sabrang menyampaikan “konco-konco selamat datang, lan aku njaluk ngapuro ora iso suwe ngancani yo, iki isih ono sing aku kudu riwa-riwi, ono meeting via zoom lan ngoyak gaweane arek-arek. Tapi mengko tetep join, dikepenakke yo”. Kami semua sangat maklum dan mempersilakan mas Sabrang melaksanakan renggan tanggung-jawabnya. Kami ditemani mas Bayu, mas Angga, mas Oki. Teman-teman Exi yang lain tampak lebih disibukkan oleh kehadiran kulawarga MGG dengan uthak-uthik di dapur.
Kopi panas dihidangkan oleh mas Oki pada satu nampan besar. Hampir semua merokok, sehingga ruangan ber-AC itu menjadi terimbas asap rokok. Tapi ini bukan hal yang menyimpang aturan, bahkan suguhan pertama yang dihadirkan di tikar rotan adalah asbak yang banyak. Teman-teman Exi sendiri hampir semuanya perokok, hanya Alan dan Mbak Fiha istrinya mas Bayu yang tidak merokok, kalau di gugurgunung ada mas Sidig dan mbak Dewi yang tidak merokok. Kami mengobrol ringan hingga terkadang menyentuh kepada hal-hal lain yang lebih serius. Beberapa dari rombongan pasti makin lapar, ada juga yang kecapekan. Sempat terlintas gagasan untuk membeli nasi bungkus untuk makan siang bersama, namun itu tidak sopan. Meskipun tidak berniat buruk, namun cara itu sangat kasar dan merendahkan martabat tuan rumah. Makanan kecil dan buah-buahan menyusul menemani obrolan kami. Makin semarak dan menyegarkan. Dan disusul kemudian makan siang yang disuguhkan oleh mas Erik. Kami semua makan siang dengan hidangan nasi padang yang sangat lezat dan tentunya mengenyangkan. Sungguh kami merasa sangat diperhatikan dan disayangi. Saya bahkan merasa tidak cukup hanya dengan berterima-kasih.
Bendelan katalog visual yang disusun mas Koko diserahkan ke mas Sabrang melalui mas Angga. Respon pertama mas Sabrang “iki standar kanggo kabeh simpul, semua proses kegiatan simpul perlu nggawe koyo ngene iki supoyo iso gawe tukar kawruh antar simpul”.
Suasana semakin asyik, salah satu yang sekarang sedang menjadi concern teman-teman Exi adalah aplikasi hape bernama Symbolic. Aplikasi ini memiliki banyak fitur komunikasi yang sangat lengkap. Pada aplikasi itu para user bisa posting status di Public space. Bisa menawarkan produk di fitur Pasar. Bisa membuat grup sendiri dengan setting untuk terbuka atau tertutup. Dalam grup tersebut juga ada fitur pasar sehingga anggota grup bisa menawarkan produk usahanya kepada sesama anggota grup dengan memanfaatkan fasilitas tersebut. Bisa berdiskusi di fitur ngobrol dan update informasi di fitur status. Hal ini menjadi alternatif berkomunikasi sangat apik yang perlu dipasang dan digunakan oleh kulawarga gugurgunung. Saya sempet nendapat versi trial sebelum aplikasi ini launching, hingga menyadari bahwa versi tersebut tidak mampu menyerap update perkembangan versi berikutnya. Oleh karenanya versi trial itu saya hapus dan mengunduh ulang dari play store. Mas Bayu saya follow dan sebentar kemudian nyambangi sambil kemudian menjelaskan update serta fitur-fitur pada aplikasi besutan ia dan tim-nya tersebut. Penjelasan disampaikan dengan telaten, sehingga pengenalan terhadap aplikasi tersebut menjadi cepat terasa familiar. Namun ruangan makin lama terasa memedaskan mata, mungkin karena kadar asap di ruangan itu yang makin banyak. Saya mengusulkan untuk ngobrol di luar, ada lincak baru di depan rumah mas Sabrang yang baru saja dipasang. Ternyata beberapa dari kulawarga MGG sudah ada yang duduk di sana, setelah ngobrol sejenak dengan mbak Uchi istrinya mas Sabrang, saya bergabung duduk di lincak. Beberapa saat kemudian mas Sabrang keluar dan tidak kebagian tempat duduk, jadi dia berdiri sambil mulai membuka tema. Sepertinya meeting online dan kesibukan lain sudah kelar sehingga bisa ngobrol lebih lama dengan kulawarga MGG.
Mas Sabrang mengawalinya dengan berkisah bahwa lincak terrsebut sudah ia cita-citakan sejak lama. Ia membayangkan punya pohon ketapang di depan rumah dan di bawahnya ditaruh lincak untuk nyangkruk. Untuk mewujudkan cita-cita itu, ia mulai menanam pohon ketapang yang masih kecil. Ia tunggu untuk beberapa tahun kemudian sampai siap dan pas untuk ditaruh lincak. Benarlah, kini pohon itu telah tumbuh tinggi dan rimbun, lincak pun dipesan dan dihantar tepat pada hari yang sama saat kulawarga gugurgunung bertandang. Sehingga pengreyen pertama yang nganyari lincak itu adalah dulur-dulur gugurgunung. Mungkin ini gambaran yang dibayangkan mas Sabrang sejak cita-cita itu ingin diwujudkan. Ternyata yang dibayangkan mas Sabrang ketika itu adalah kulawarga gugurgunung, dan penyambutan untuk kehadiran hari itu sudah disiapkan bertahun-tahun yang lalu dengan suatu jerih payah dan kesabaran menunggu tumbuhnya sebuah pohon. Hehehe… tentu saja itu seloroh, tidak mungkin lantas kulawarga kecil ini seistimewa itu, kecuali saya yang memandangnya. Namun jika dikaitkan dengan betapa alam ikut bekerja membersamakan kinerjanya dengan kehendak manusia maka seperti halnya langit yang tiba-tiba tampil jernih dan biru, gunung-gunung tak bersembunyi dibalik mega disaat kulawarga ini berangkat, tidak bisa disebut sebagai hal biasa. Itu adalah hadiah yang tak ternilai.
Mas Sabrang mengatakan dengan nada becanda namun ada konteks di dalamnya bahwa: cita-cita tertinggi orang Indonesia itu apalagi kalau bukan nyangkruk. Sampai berkeliaran ke luar negeri juga nyangkruk, jadi cukup kaget jika tiba-tiba ternyata tradisi itu hanya ada di Indonesia. Di luar negeri, untuk bisa nyangkruk harus dilokalosir, tidak sabarang tempat bisa dijadikan cangkrukan kecuali di coffee shop atau pub. Bapak-bapak kiaikanjeng pada saat di Belanda pernah sekadar ngobrol di halte sambil menunggu bus. Sudah lazim jika selama menunggu mereka saling ngobrol dan berkelakar pada jam tujuh pagi. Tiba-tiba ada teriakan dari atas apartemen yang mengancam akan melaporkan polisi jika tidak bisa diam, ternyata ada regulasi yang mengatur bahwa berkelakar pada jam tidur akan dikenakan sangsi sebagai perilaku yang menggangu ketertiban umum. Ternyata jam tujuh pagi masih termasuk jam tidur di Belanda. Kemudian obrolan berkembang kepada regulasi luar negeri, tentang hak warga sipil, tentang apa yang disini bisa dikenakan pasal tapi disana tidak, begitu pula sebaliknya. Ada hal yang memang harus dipahami tentang aneka kebijakan dan perbedaan itu. Itu bagian dari konsekuensi subjective learning, ada keterkaitan dengan analisa masalah dan solusi yang masih berkutat menggunakan pola newton reductions. Kita yang berpotensi membuat cara baru dengan model objective learning yakni mengakomodir perbedaan pandangan dan cara pandang dan memberikan kesempatan bagi masing-masing pihak untuk tumbuh dan berkembang sesuai areanya. Model subjective learning tadinya dibuat untuk mendukung revolusi industri, dimana jaman memerlukan source yang seragam sehingga mudah dipekerjakan.
Berangkat dari perbincangan itu mas Sabrang menyampaikan konsep dan cita-cita dari aplikasi yang masih terus dikembangkanya. Aplikasi ini memiliki model script dan logaritma yang berbeda dari aplikasi yang sudah ada. Ini benar-benar baru dan menjadi peluang membangun sistem baru menggantikan atau mengambil-alih sistem lama yang telah makin lelah. Sistem sekarang sudah susah untuk berkembang, kaitan dan keterhubungan banyak pihak dalam satu pelanggaran lazim terjadi. Termasuk kondisi ekonomi yang setiap 10 tahun mengalami invlasi. Dengan antusias mas Sabrang berbagi wawasan tentang cita-citanya dengan Simbolic hingga yang tadinya berdiri sampai mengambil tempat duduk melanjutkan pemaparan pandangannya tentang Symbolic, tentang konsep, nilai lebih, kekurangan atau kelemahan sistem. Exi ingin menjadikan Symbolic sebagai parameter baru dalam pergaulan. Rintisan ini tidak sederhana, karena di dalamnya harus sanggup menampung aneka cara pandang dan konsentrasi seseorang. Apa yang saat ini lahir sebagai Symbolic ini lahir dari sebuah kegelisahan panjang yang selama ini mengganggu pemikiran mas Sabrang. Belum lama ia tahu bahwa ternyata yang ia gelisahkan itu merupakan bentuk ilmu baru yang bahkan istilahnya belum pasti. Secara sederhana Symbolic hendak menggali dan mengoptimalkan kembali kemanusiaan.
Instagram, facebook, dan sosial media lain berbasis ‘like’ sehingga menggiring usernya untuk mendapatkan ‘like’ terbanyak. Lantas apa manfaat dari ribuan ‘like’ dalam urusan berkontribusi kepada yang lain? apalagi jika ‘like’ itu didapatkan dengan cara bodoh bahkan konyol. Memang tidak semua manusia memiliki kepandaian yang sama. Jadi seakan manusia bisa memilih bagaimana mengemban hidupnya dengan analogi jam. Ada yang tajam tapi selalu terlambat dengan perkembangan jaman. Ini seperti jam yang tidak pernah tepat waktu meskipun peredarannya benar. Ada pula yang seperti jam mati, ia tidak pernah bergerak tapi justru memiliki kemungkinan untuk benar 2X dalam 24 jam. Ada lagi yang selalu berusaha menajamkan diri sesuai perkembangan waktu secara tepat. Ia seperti jam yang tepat waktu. Semua ada space namun yang paling paham kondisi secara tepat yang bisa membawa arus. Sedangkan yang memang susah berkembang, ia tidak perlu menjadi arus tapi cukup tidak mengganggu oranglain.
Semua pihak tentunya ingin berperan dengan kapasitas yang ia miliki. Sehingga semua minat dan ilmu yang ditekuni manusia seharusnya mendapat ruang kesempatan yang sama untuk menunjukkan caranya membantu struktur sosial secara positif. Dengan demikian, Symbolic tidak membatasi kemungkinan berkembangnya ilmu dari basis apapun. Bahkan siapapun yang memiliki kegembiraan berbagi adalah indikasi bahwa yang bersangkutan memiliki jiwa pionir. Bahwa pionir itu mau melakukan sesuatu bukan karena orientasi profit tapi karena orientasi nilai. Suatu kegiatan yang baik harus bisa direplikasi. Jadi misal dalam hal pertanian harus bisa diterapkan pada tempat lain dengan pertimbangan relevan. Misal dalam dunia pertanian di lokasi A bisa bagus, apakah di lokasi B bisa diterapkan? Jika tidak ada modifikasi apa agar pertanian di lokasi B bisa bagus. Apakah cara mengolahnya? Atau cara memilih benihnya? Atau jenis tanamannya. Atau keberhasilan di lokasi A ada 3 poin, poin 1 dan 2 bisa diterapkan di lahan B. Namun tidak bisa menerapkan poin 3, maka poin 3-nya bisa mengadopsi dari lokasi lain atau ijtihad sendiri.
Setelah cukup larut dan sesungguhnya perbincangan juga masih hangat rombongan harus melanjutkan perjalanan berikutnya yakni ke Kadipiro yang malam itu bersamaan dengan Mocopat Syafaat. Meskipun ada keinginan untuk ikut Mocopatan namun itu bukan hal utama karena kondisi saat ini Mocopatan telah diatur sedemikian rupa agar tidak bersinggungan dengan protokol kesehatan. Jumlah jamaah yang hadir telah diatur jauh-jauh hari baik jumlah maupun personnya. Dikawal Mas Angga rombongan gugurgunung diperkenankan masuk untuk menyerahkan hasil tani kepada Mbah Nun dan bapak-bapak Kiaikanjeng. Karena ketentuan protokol yang bisa menemui Mbah hanya satu orang. Oleh-oleh dibawakan oleh mas Yudis. Ada juga yang saya tenteng beberapa besek lombok, katalog rekam visual, dan dua botol air mineral.
Air mineral ini titipan mas Tri sebagai tambahan berkah kesembuhan dan mas Lis sebagai tetombo. Saya masuk dan menyampaikan tentang niat dan maksud kedatangan ke Jogja. Di dalam ada mas Helmy, Cak Zaky, mbak Via, dan Obal putra kedua mbah Nun dan mbak Via. Saya duduk di sebelah Mbah Nun, dengan menyampaikan katalog rekam visual. Lembaran demi lembaran beliau buka dengan seksama. Beliau tampak senang dan menampilkan air wajah yang sumringah. Kemudian beliau berkata kepada mas Helmy dan semuanya yang berada di ruangan tersebut. “Hel, yo iki, ngene iki sing tak maksud Negara Desa. Dudu negara kota utowo negara metropolis. Negara desa iki berangkat dengan kesadaran bertuhan. Dadi siji lan sijine bergerak lan bekerja sesuai hudan dari Allah. Sesuai petunjuk Allah. Sing oleh petunjuk iku ora kudu sing pinter boso Arab, ora kudu sing nahwu shorof, sing oleh petunjuk iku muttaqin. Wong-wong sing taqwa. Ketaqwaan iku sikap bathin seseorang yang bertuhan kemudian ia ejawantahkan dalam kehidupan. Ia selalu waspada terhadap segala kemungkinan yang berpotensi menjauhkan dirinya dengan Tuhan.”
Mbah Nun melanjutkan : “Agama saat ini masih “terkurung” dalam pikiran para ulama. Petunjuk Tuhan itu luas dan dalam, tidak bisa firman Tuhan dibatasi oleh kata dan bahasa. Sedangkan ulama berusaha menerangkan firman Tuhan berdasar kata dan bahasa. Peletakan kesadaran bertuhan masih dititik beratkan pada perintah dan larangan. Amron dan Nahyin. Coba sekarang kita tengok, perintah manusia saja memiliki konsekuensi jika tidak dilaksanakan oleh manusia lain, katakanlah dalam perusahaan. Karyawan harus melakukan suatu pekerjaan dari atasannya yang belum tentu itu sekendak dengan hati nuraninya. Sedangkan dalam waktu yang bersamaan manusia justru tidak peduli dan menaruh minat pada pelaksanaan perintah Tuhan. Hal ini ada tiga kemungkinan.
Satu, apakah Tuhan itu lemah? sehingga perintah manusia lebih hebat dari perintah Tuhan?
Kedua, apakah manusia lebih takut kepada manusia daripada kepada Tuhan? Atau
Ketiga, ataukah sesungguhnya Tuhan tidak pernah memerintah apapun?
Kemungkinan pertama pasti tidak mungkin. Kemungkinan kedua bisa mungkin tapi perlu analisa akurat apakah memang demikian atau sesungguhnya ada gejala missed dan error saat agama datang kepada dirinya. Kemungkinan ketiga justru yang paling mungkin, ini pasti berseberangan dengan pemahaman para ulama karena pada umumnya sudah terlanjur membuat platform tentang perintah dan larangan. Kemungkinan ketiga ini kembali pada kesadaran petunjuk. Sesungguhnya Tuhan tidak memerintah apapun, manusia sudah diberikan akal dan jiwa ingin tahu. Ketika seseorang mendengar suara jangkrik ia bebas menterjemahkan pendengarannya dengan berbagai asumsi akankah ia memilih menelusur sumber suara sehingga ia punya pengetahuan dan akurasi ilmu lebih tepat terhadap suara jangkrik ataukah cukup berfantasi suara jangkrik itu dihasilkan oleh apa tanpa penelusuran. Tuhan selalu memberikan petunjuk-petunjuk, sedangkan manusia bebas memilih untuk menjadikan petunjuk itu selesai dan berhenti sebagai petunjuk atau dijadikan pijakan untuk mengetahui dan menguak rahasia Tuhan yang berguna untuk dirinya. Untuk memberikan ia pengetahuan, untuk memberikan ia kenal pada hidup dan seluk beluknya, untuk membuat ia terarah dan mampu berjalan dengan kewaspadaan.
Yang kamu kerjakan bersama gugurgunung ini merupakan salah satu bentuk pelaksanaan agama dengan basis petunjuk. Bukan karena perintah atau larangan. Meskipun pada saat melaksanakan kegiatan akan ada hal yang harus dilakukan dan ada hal yang tidak boleh dilakukan. Namun itu bukan berangkat dari perintah dan larangan, melainkan berangkat dari kesadaran nilai yang dipahami masing-masing pihak untuk berkenan pada tata dan aturan. Akal dan perasaan mereka sendiri yang akan menggerakkan dirinya melakukan yang harus dilakukan dan mencegah diri dari sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Aku seneng gus, kowe lan konco-konco iso nunjukke kegiatan sing apik dipertahanke sebagai coro rintisan negara desa. Deso mowo coro, negoro mowo toto.
Kemudian mbah Nun mengambil satu botol air mineral, membuka tutupnya dan memberikan do’a, ditiupkan tiga kali dan menutup kembali sambil berucap “pulih, pulih, pulih”. Satu lagi botol diambil didoakan dan beliau tiup tiga kali dan menutupnya sambil berkata “waras, waras, sehat”. Mbak Via sempat mengajak untuk makan sekalian menemani mbah Nun, tapi saya bersama rombongan harus segera pulang karena niat utamanya memang hanya sebentar, berpamitan, dan menghaturkan oleh-oleh hasil tani beserta katalog rekam visualnya. Setelah berpamitan kepada beberapa pihak termasuk mas Angga kami semua pulang kembali ke Semarang. Di Magelang rombongan rehat sebentar di sebuah warung angkringan, nyangkruk khas Indonesia, cita-cita tertinggi. Setelah memesan minuman dan menikmati hidangan angkringan yang masih tersedia, kami sempatkan untuk ngobrol dan menyampaikan kembali hal-hal yang tadi disampaikan oleh Mbah Nun. Sekira cukup kami berkemas melanjutkan perjalanan pulang. Semua rombongan tiba di rumah dengan selamat serta sehat wal afiat.
Maturnuwun kepada semua sedulur yang telah ewuh, eguh pertikel dalam mempersiapkan perjalanan ini baik pikiran, tenaga, dana. Mohon maaf dene ora iso ketemu kabeh karo Sahan, mugo tetep podho lego atine. Mugo perjalanan iki dadi sangu laku anggone netepi kewajibane urip. Tansah diparingi pituduh dening Gusti Allah, tansah kejogo lair lan bathine, lan tansah mituhu maring kabecikan kang wis dituladhanake Kanjeng Nabi. Suwun.
Ungaran, 18 Juli 2020